Purwakarta – Polemik di dapur SPPG 5 Cisereuh dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali mencuat setelah Farah Huriyyah Permata Arafah menyampaikan pengunduran diri sebagai ahli gizi pada 21 November 2025. Pengunduran diri yang disampaikan melalui pesan WhatsApp itu sempat dipertanyakan pihak dapur.
Namun pengamat kebijakan publik dari Analitika Purwakarta, Rizky Widya Tama, menilai keberatan tersebut keliru dan menunjukkan lemahnya tata kelola di SPPG.
Menurut Rizky, tidak ada aturan baku yang mengatur format wajib pengunduran diri tenaga ahli di dapur MBG. Penyampaian melalui WhatsApp, email, atau dokumen tertulis tetap sah selama ditujukan kepada pimpinan SPPG, apalagi jika ditulis dengan format resmi dan bermaterai.
“Fokus masalahnya bukan pada bagaimana surat itu disampaikan. Pertanyaan besarnya adalah mengapa kepala SPPG tidak merespons laporan sejak awal,” ujarnya. Ia menilai keberatan kepala SPPG hanya memperpanjang polemik tanpa menyentuh inti persoalan, yakni dugaan pelanggaran keamanan pangan yang berulang kali disampaikan Farah.
Rizky kemudian menyoroti sejumlah temuan Farah, mulai dari penggunaan air berwarna dan berbau untuk mencuci, makanan basi yang diterima beberapa sekolah, hingga pengurangan gramasi menu tanpa persetujuan ahli gizi.
“Ini bukan insiden kecil, tetapi pelanggaran fundamental terhadap higienitas dan keamanan pangan,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa program MBG berada di bawah payung Perpres Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional (BGN). BGN juga menerbitkan Keputusan Kepala BGN Nomor 63 Tahun 2025 sebagai petunjuk teknis pelaksanaan MBG.
Dalam regulasi tersebut, setiap SPPG diwajibkan memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS), memenuhi standar HACCP, serta memiliki sertifikat halal sebelum dapur boleh beroperasi.
Selain itu, Kementerian Kesehatan memiliki mandat pengawasan keamanan pangan dan penanganan laporan potensi keracunan. Ombudsman RI turut mengawasi akuntabilitas, transparansi, dan kepatuhan tata kelola SPPG.
Jika merujuk pada ketentuan tersebut, Rizky menilai SPPG 5 Cisereuh belum memenuhi standar minimum penyelenggaraan MBG. Ia menegaskan bahwa keberadaan ahli gizi adalah komponen wajib dalam struktur SPPG.
Tanpa ahli gizi aktif, dapur otomatis tidak memenuhi syarat operasional karena posisi itu berperan dalam perancangan menu, penghitungan nilai gizi, serta pengawasan proses pengolahan makanan.
Kondisi semakin mengkhawatirkan karena dapur tersebut disebut belum memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), fasilitas dasar yang seharusnya wajib dimiliki dapur skala besar.
“Air keruh, makanan basi, pengurangan gramasi, tidak adanya IPAL ini sudah cukup untuk menyatakan bahwa dapur ini harus diaudit secara menyeluruh dan terbuka,” ujarnya.
Rizky menegaskan bahwa langkah pertama yang harus diambil adalah audit secara transparan oleh lembaga pengawas seperti Inspektorat Daerah, BPKP, dan BGN. Jika terbukti ada pelanggaran, maka SPPG 5 Cisereuh wajib ditutup untuk mencegah risiko lebih besar.
“Keselamatan anak-anak penerima manfaat harus menjadi prioritas. Audit harus dilakukan terbuka, hasilnya diketahui publik, dan jika terbukti bermasalah maka penutupan adalah konsekuensi yang wajib diambil,” tegasnya.
Rizky juga meminta agar rekomendasi audit menjadi dasar pembenahan sistemik dalam penyelenggaraan MBG di Purwakarta.
Hingga berita ini diturunkan, pihak SPPG 5 Cisereuh maupun lembaga terkait belum memberikan tanggapan resmi atas desakan audit terbuka maupun laporan yang sebelumnya disampaikan Farah. (JNR)
FOLLOW THE INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram