-->

NASIONAL

PENDIDIKAN

Kamis, 22 Mei 2025

Aktivis LKPA: Tambang menjadi sumber dana informal dan menjadi "ATM diam-diam" bagi elite lokal ?



Foto: Ilustrasi


Bayangkan: 0,02% kontribusi terhadap PDRB Purwakarta di tahun 2023. Sebuah angka kecil yang mewakili sektor pertambangan, jauh tertinggal di belakang industri pengolahan (hampir 60%).

Namun, angka kecil ini menyimpan kisah besar tentang kerusakan lingkungan yang meluas: jalanan hancur, udara tercemar, sumber air menyusut, dan jeritan warga yang tenggelam dalam gemuruh truk tambang. Mengapa? Karena di balik angka kecil itu tersembunyi jaringan kekuasaan yang kompleks dan mengakar.
Kita mulai dari jalanan yang rusak parah. Bukan hanya infrastruktur yang hancur, tetapi juga harapan warga yang tergilas oleh truk-truk tambang yang hilir mudik tanpa henti. Ini adalah gambaran nyata dampak pertambangan yang jauh lebih besar daripada angka 0,02% yang tertulis dalam laporan resmi. Lalu, mengapa hal ini dibiarkan berlanjut?
UU No. 3 Tahun 2020 menarik kendali perizinan pertambangan ke pemerintah pusat. Pemerintah daerah kini hanya bisa memberikan rekomendasi teknis, tanpa kekuatan untuk menghentikan operasi tambang ilegal. Ini menciptakan situasi ironis: kekuasaan lokal dicabut, namun tanggung jawab lingkungan tetap dibebankan kepada mereka. Bayangkan, seperti melempar anak ke sungai dan menyuruhnya berenang tanpa tangan.
Di balik layar, terungkap sebuah jaringan yang lebih kompleks. Riset Kemitraan dan ICW (2022) dan IESR (2023) mengungkap keterkaitan antara pertambangan dan pendanaan politik. Tambang menjadi sumber dana informal, diduga menjadi "ATM diam-diam" bagi elite lokal.

Investigasi Tempo dan Mongabay bahkan menemukan praktik politisi yang mendirikan perusahaan tambang atas nama pihak ketiga. Ini adalah gambaran nyata "oligarki sumber daya," di mana kekuasaan politik dan ekonomi saling terkait erat, mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi senjata ampuh untuk memperluas zona pertambangan dan menghapus kawasan lindung. Protes warga seringkali diabaikan dengan alasan pembangunan. RTRW, seharusnya pelindung ruang hidup, justru menjadi alat legal untuk merampas alam dan masa depan masyarakat Purwakarta.
Warga Plered, Sukatani, dan Tegalwaru hidup berdampingan dengan debu, bising, dan ketakutan. Penelitian UIN Jakarta (2023) menunjukkan bahwa pemerintah daerah hanya hadir ketika konflik sudah meletus. Selebihnya, warga dibiarkan berjuang sendiri melawan perusahaan tambang yang beroperasi tanpa kendali.
Jika kontribusi ekonomi pertambangan hanya 0,02%, maka pertanyaan besarnya adalah: siapa yang sebenarnya diuntungkan? Jawabannya mungkin tersembunyi di balik jaringan kekuasaan yang telah diungkap di atas. Permasalahan pertambangan di Purwakarta bukanlah sekadar lubang di tanah, tetapi juga lubang besar dalam tata kelola, keberpihakan negara, dan logika pembangunan yang salah kaprah.
Ketika semua institusi bungkam, warga harus bersuara. Diskusi publik Majelis Konoha LIVE pada 23 Mei 2025 pukul 18.30 WIB di TikTok Live (@majeliskonoha) akan membahas lebih lanjut isu ini: “Tambang atau Alam Purwakarta? Antara Pembiaran atau Semua Sudah Kebagian. Dimanakah Bapak Aing?”
 

Agus Sanusi, M.Psi
Penulis adalah Aktivis Lembaga Kajian Publik Analitika Purwakarta

PWRI Kecam Tindakan Wapri Bupati Buol Halangi Kerja Jurnalis Saat Pelantikan PPPK



Buol - Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Buol Minhar mengecam dan menyayangkan sikap Rudi S Biar, Pengawal Pribadi Risharyudi Triwibowo Bupati Buol yang diduga mencoba menghalangi tugas wartawan untuk memperoleh informasi buat publik pada acara Pengangkatan PPPK 2024 bertempat dihalaaman kantor Bupati Buol 21 Mei 2025

Dia menegaskan, yang perlu dipahami bahwa kehadiran wartawan dalam menjalankan tugas pokoknya tidak lain untuk memenuhi hak publik guna mengakses informasi secara transparan dan berimbang.

Sikap arogansi, intimidasi apalagi sampai ada upaya paksa menahan Rudiyanto wartawan Kase Kabar.Com yang sedang berjalan kaki untuk mewawancarai Asrarudin Kepal BKPSDM Buol.dalam menjalankan tugas tentu tidak dibenarkan, karena sama saja mengangkangi dan merampas kemerdekaan pers.

Perlu diketahui, bahwa upaya menghalang-halangi, intimidasi dan persekusi terhadap kinerja jurnalis yang sedang menjalankan tugas dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

“Ancaman pidananya jelas di UU No.40 tahun 1999 tentang pers pada pasal 4 ayat (2) dan (3) siapa saja yang dengan sengaja menghambat dan menghalangi tugas wartawan dapat diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah,” Ungkap Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia 

Rudiyanto, wartawan Kase Kabar.Com, membenarkan dirinya diintimidasi oleh Rudi S Bia, pengawal pribadi Bupati Buol, Risharyudi Triwibowo.,"Intimidasi terjadi saat Rudiyanto dan rekannya, Ramli Bantilan Pimred Tabe News.Com ingin mengkonfirmasi terkait jumlah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dilantik oleh Bupati. 21 Mei 2025

Kronologi Insiden ini 

Rudiyanto dan Ramli mendatangi kantor Bupati dan menghadiri kegiatan Pelantikan PPPK konfirmasi Asrarudin Kepala BKPSDM Buol untuk meminta konfirmasi terkait jumlah PPPK yang dilantik.

Rudi S Bia, pengawal pribadi Bupati, menghampiri dan menghalangi Rudiyanto untuk melakukan tugas jurnalistiknya.

Rudi S Bia mempertanyakan alasan Rudiyanto membuat berita tentang PPPK." kenapa buat  berita PPPK ?

" Rudiyanto merasa diintimidasi dan haknya sebagai wartawan untuk mencari informasi dan membuat berita dilanggar.

Insiden ini dapat dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers dan hak wartawan untuk melakukan tugasnya. Ungkap Rudiyanto.

Selain itu Heni Manopo di mintai keterangan terkait Insiden dugaan menghalangi Wartawan saat Meliput Ia membenarkan adanya perkataan Wapri Bupati Jangan lagi Kamu Buat Berita Seperti Itu soal  PPPK yang kamu Posting ,” Ungkap Heni Manopo

(HUSNI/TIM)

Rabu, 21 Mei 2025

NGARAWAT JAGAT, Ketua Komisi 3 : Ini Bukti Kepedulian Kami Terhadap Kelangsungan Lingkungan Hidup Purwakarta



Foto : RDP Komisi 3 bersama kejaksaan Negeri dan Pengusaha Tambang

Purwakarta - Peningkatan bencana alam di Purwakarta yang terjadi belakangan ini mendorong DPRD setempat memanggil 12 perusahaan tambang untuk rapat dengar pendapat (RDP), Rabu 21 Mei 2025. RDP yang melibatkan jajaran Komisi III, Ketua Komisi I, dan Kejari Purwakarta ini mengemukakan dugaan pelanggaran regulasi lingkungan serta potensi tindak pidana lingkungan hidup oleh perusahaan tambang bermasalah.

Belasan perusahaan tambang itu dimintai keterangan terkait izin operasional, tata kelola lingkungan, dan upaya mitigasi bencana. Langkah ini bertujuan memastikan kepatuhan terhadap aturan dan mencegah dampak negatif aktivitas pertambangan terhadap lingkungan. 

Hasil RDP diharapkan menjadi dasar penegakan hukum dan langkah pencegahan bencana alam di masa mendatang.

Rapat yang berlangsung di Gedung DPRD Purwakarta ini dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III, Elan Sofyan. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa DPRD Purwakarta menerima berbagai aduan dari masyarakat terkait aktivitas tambang yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), yang berpotensi merusak lingkungan dan merugikan warga.

"Kami menerima pengaduan dan data tentang perusahaan tambang yang diduga beroperasi tidak sesuai SOP. Ini berdampak pada kerusakan lingkungan dan keresahan warga. Karena itu, kami minta para pelaku usaha bertanggung jawab dan bersikap transparan," kata Kang Haji Selan, begitu ia biasa disapa.

Dalam rapat tersebut, hadir pula Ketua Komisi I, Warseno dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Purwakarta, Dr. Marta Parulina Berliana, yang memberikan pembekalan hukum terkait regulasi pertambangan. 

Ia mengingatkan bahwa ketentuan hukum harus menjadi pijakan utama dalam setiap aktivitas pertambangan.

"Kepatuhan terhadap hukum adalah fondasi untuk menjamin keselamatan, perlindungan lingkungan, dan keberlanjutan usaha," kata Kajari. Ia juga mengutip Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020, yang menyebutkan bahwa penambangan tanpa izin dapat dikenai pidana penjara paling lama lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.

Komisi III DPRD Purwakarta secara khusus menyoroti kegiatan tambang yang berlokasi di Kecamatan Plered dan Kecamatan Sukatani. Dua wilayah ini dikenal memiliki intensitas tambang tinggi dan berbatasan langsung dengan lahan pertanian produktif, sumber air, serta permukiman warga.

Anggota Komisi III, Alaikassalam, menekankan pentingnya kesadaran sosial dari perusahaan tambang. Ia menyebut bahwa kepatuhan tidak hanya soal kelengkapan dokumen, tapi juga implementasi nyata di lapangan.

"Setiap perusahaan harus sadar dampak sosial dan lingkungannya. Kalau izin sudah habis, perusahaan wajib lakukan reklamasi sebelum mengajukan izin baru. Tidak boleh ada operasi tanpa legalitas yang lengkap," ujarnya.

Ke-12 perusahaan yang dipanggil berdasarkan dua surat undangan resmi dari DPRD Purwakarta itu, diantaranya; PT Bumi Cikeupeul Abadi, PT Gunung Kecapi, Koperasi Ligun, PT Tri Mahesa Cakrawala, PT Papumas, PT Sinar Tiga Pertama (STP), PT Mandiri Sejahtera Sentra, CV Djaya Putra Sembung, CV Panghegar, PT Batu Cemerlang Andalan, PT Selo Agung dan CV Rinjani.

Semua perusahaan hadir dalam pertemuan dan menunjukkan itikad baik untuk berdialog dengan DPRD Purwakarta serta instansi terkait. Beberapa di antaranya mengakui bahwa mereka sedang berada dalam masa akhir operasional atau masih melengkapi dokumen administratif penting.

Komisi III DPRD Purwakarta menegaskan tidak akan memberi toleransi terhadap kelalaian perusahaan tambang, khususnya dalam hal legalitas dan dampak lingkungan. DPRD juga berkomitmen untuk terus memperkuat fungsi pengawasan agar aktivitas pertambangan tidak keluar dari koridor hukum dan pembangunan berkelanjutan.

Langkah ini merupakan sinyal kuat bahwa DPRD Purwakarta tidak tinggal diam terhadap persoalan tambang yang bisa berdampak luas pada masyarakat dan lingkungan hidup di wilayah kabupaten. (MJ)



Dukung Program Kapolri, Kapolsek Campaka Ajak LSM, Ormas, dan Karang Taruna Perangi Premanisme



INFONAS.ID||PURWAKARTA – Dalam rangka mendukung program Kapolri terkait pemberantasan premanisme, Kapolsek Campaka AKP Firman Budiarto, S.Pd didampingi Kanit Reskrim, Kanit Intel menginisiasi pertemuan dengan berbagai elemen masyarakat. 

Acara yang berlangsung di Mapolsek Campaka ini menghadirkan perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Masyarakat (Ormas), dan Karang Taruna setempat. Rabu (21/05/2025)

Dalam sambutannya, AKP Firman menegaskan bahwa kejahatan jalanan dan premanisme merupakan ancaman nyata bagi ketertiban serta keamanan masyarakat. Oleh karena itu, sinergi antara aparat kepolisian dan seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan.

"Kami tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan kerja sama yang solid dengan masyarakat sipil, termasuk LSM, Ormas, dan Karang Taruna, agar lingkungan kita tetap aman dan nyaman," ujar AKP Firman.

Pertemuan ini bertujuan untuk menyatukan komitmen dalam menciptakan wilayah hukum Polsek Campaka yang bebas dari aksi premanisme, pungli, dan tindakan intimidatif lainnya. 

Para peserta pertemuan pun menyatakan dukungan penuh terhadap langkah-langkah preventif dan represif yang diambil oleh kepolisian.

Salah satu tokoh pemuda yang hadir, Ketua Karang Taruna Desa Campaka, menyampaikan apresiasinya atas inisiatif Kapolsek. 

"Ini langkah positif yang menunjukkan keterbukaan Polri terhadap partisipasi masyarakat. Kami siap mendukung dengan edukasi dan pengawasan sosial," ujarnya.

Melalui forum ini, diharapkan terjalin komunikasi yang efektif antara kepolisian dan masyarakat, serta terbentuk sistem pengawasan berbasis partisipatif guna menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif. (FT)

Selasa, 20 Mei 2025

Kabag LPSE Purwakarta Bolak-balik ke Kejaksaan, Terseret Kasus Korupsi Peternakan?



Foto: Halaman depan kantor kejaksaan 

Laporan : Mahesa Jenar
 
Bayang-bayang kasus dugaan korupsi di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskanak) Purwakarta masih menggelayut.

Setelah penetapan tujuh tersangka, sorotan kini tertuju pada Rudi Hermawan Kusumah, Kepala Bagian Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) atau Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di Setda Purwakarta.

Kehadirannya yang sering terlihat di Kantor Kejari Purwakarta menimbulkan spekulasi keterlibatannya dalam kasus tersebut.
 
Kunjungan berulang Rudi ke Kejari Purwakarta semakin menguatkan dugaan pemeriksaan dirinya terkait kasus korupsi yang tengah ramai diperbincangkan.

Dugaan ini semakin menguat mengingat salah satu stafnya, berinisial TT, telah ditetapkan sebagai tersangka. Kedekatan Rudi dengan proses pengadaan barang dan jasa di Diskanak, yang menjadi pusat perkara korupsi, membuat posisinya berada di bawah sorotan tajam.
 
Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp kepada Rudi Hermawan Kusumah menemui jalan buntu.  Alih-alih memberikan klarifikasi,  kontak wartawan justru diblokir. 

Keengganan memberikan keterangan resmi semakin memperkuat dugaan keterlibatannya dan menimbulkan tanda tanya besar di publik.  

Kejelasan peran dan keterlibatan Rudi dalam kasus ini masih dinantikan,  mengingat posisinya yang strategis dalam pengelolaan pengadaan barang dan jasa di pemerintahan Purwakarta.  Publik berharap penegak hukum dapat mengungkap seluruh fakta dan aktor yang terlibat dalam kasus korupsi ini secara transparan dan tuntas. (MJ)

INTERNASIONAL

RELIGI

SPORT

TNI POLRI

WISATA

© Copyright 2021 INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita | All Right Reserved