-->

NASIONAL

PENDIDIKAN

Jumat, 26 Juli 2024

Dugaan Kelalaian dan Pelanggaran SOP hingga mengakibatkan pasien meninggal dunia

INFONAS.ID||KARAWANG - Malang tak dapat ditolak, untung tak bisa diraih, begitulah kira-kira gambaran peribahasa yang dapat digambarkan dari Asep (42 tahun), seorang korban sekaligus seorang jurnalis mediabareskrim.

Alih-alih ingin melakukan kontrol rutin IBUNDA tercinta ke RS Hastien, Rengasdengklok, Asep mengalami hal buruk yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.

Hj. Atih binti Gadi, (64 tahun), ibunda dari Asep meninggal dunia di RS. Hastin Rengasdengklok DIDUGA karena terjadi kelalaian dan penanganan pasien yang tidak sesuai SOP pada Junat 19/07/24 sekitar Pkl 05:25 subuh (menurut rekam medis) . Suatu kesedihan yang mendalam tentunya bagi Asep dan keluarga atas kejadian itu. 

Menurut Asep yang merupakan anak pertama dari Hj. Atih (Almrh), tersebut berawal dari niatnya yang ingin melakukan kontrol rutin ke RS. Hastien pada Kamis 18/07/24 Pkl 08:00 pagi. Faktor umur yang sudah lanjut usia mengakibatkan sang ibunda (almh) Hj. Atih harus melakukan kontrol setiap bulannya. 

Namun ketika di IGD sang ibu (Hj. Atih -red) tiba-tiba sesak nafas, dokter yang berjaga kala itu mengatakan bahwa OKSIGEN TERPAKAI SEMUA (PENUH) DAN TIDAK ADA CADANGAN, sehingga tidak diberikan pertolongan pertama yakni oksigen. 

"Sekelas RS besar seperti RS Hastien menyatakan tidak memiliki cadangan oksigen (keterangan dokter jaga)" ujar Asep yang masih terlihat sedih ketika diwawancarai. 

Menurut keterangan Asep yang sempat berdebat karena tak puas dengan pelayanan IGD, beberapa saat setelah ia komplain kepada IGD barulah kemudian sang ibunda diperiksa dan mendapatkan penanganan medis oleh dokter yang berjaga saat itu, yakni dr. DERRY. 

Saat itu, dr. Derry mengatakan kalau kondisi sang ibu drop dan harus masuk keruangan ICU karena IGD penuh dan RUANG RAWAT INAP YANG BERJUMLAH 154 KAMAR PUN DALAM KEADAAN PENUH TERISI. 

"dr.Derry bilang kalau ibu saya harus masuk ICU, tidak ada ruangan lagi di IGD, saya heran kami yang minta penanganan medis (oksigen) karena ibu saya sesak nafas malah disuruh masuk ICU" pungkasnya. 

Karena tidak terima dengan hal tersebut, akhirnya Asep memutuskan untuk pindah ke RS lain. Mendengar pasien akan dipindah ke RS lain, tak berapa lama dr. Derry yang awalnya mengatakan tidak ada ruangan di IGD menghampiri Asep dan mengatakan kalau ruangan IGD sudah ada yang kosong karena ada pasien lain yang pulang. 

Asep pun sempat disuruh menandatangani surat pernyataan penolakan ICU oleh dokter Derry, dan sang ibu akhirnya di rawat diruangan IGD RS. Hastien pada malam itu. 

Malam berlalu, obat pun diberikan oleh tenaga medis RS, baik obat oral maupun suntik. Ketika menjelang subuh, kondisi Hj. Atin (almh) terjadi penurunan hingga sampai pada titik kritis, almarhumah meronta-ronta dan merasa tidak nyaman, Asep yang pada malam itu sempat berniat pulang dan gantian jaga dengan istri dan adik-adiknya, saat sedang diperjalanan arah pulang. 

Selanjutnya Asep ditelpon oleh keluarga dan mengatakan kalau kondisi sang ibu KRITIS dan tiba-tiba Down. 

Di IGD, keluarga yang merasa cemas dengan kondisi tersebut langsung memanggil tenaga medis yang berjaga. Menurut keterangan istri Asep yang saat itu standby berjaga, 

"Saat itu mertua saya meronta-ronta, tenaga medis pun datang dan memeriksa, lalu Ibu Diberikan Sebuah Suntikan Yang Katanya Obat Anti Nyeri (statement dari perawat yang menyuntikkan), Anti Inflamasi, karena saya sempat menanyakan kepada Perawat terkait obat apa yang disuntikan"

"Setelah disuntik, mertua saya pun memang langsung tenang dan tidak meronta-ronta lagi" ujar istri Asep yang setelah itu keluar untuk melaksanakan shalat subuh. 

Tak berapa lama disuntik, Asep yang baru kembali lagi ke RS karena mendapat kabar sang ibu kritis, langsung mendengar teriakan dari adiknya yang masih standby di IGD berjaga bahwa sang Ibu MENINGGAL DUNIA. 

Suasanapun langsung kisruh, Asep yang tidak terima dengan hal ini komplain dan protes kepada pihak IGD RS Hastin sembari panik sembari mendokumentasikan kejadian. 

• Sanggahan dari pihak RS dan beberapa KEJANGGALAN 

Pada Kamis, 24/07/2024 gabungan tim Lensafakta.com (IWOI), Rendy (Pemred & Wakil Ketua IWOI DPD Kab Bandung), Devi Alex, Icang Mail dan Asep (tim investigasi).

Ketua FPII Purwakarta yang juga selaku Pemred Infonas.id, Dwi Djoko Waluyo, Wakil Pimpinan Redaksi media arusbawah.com , Agung Sucahyo, mendatangi RS Hastien untuk meminta klarifikasi terkait hal ini. 

Doni selaku Bussines Development Manager dan Indra selaku Kepala Perawat RS Hastien memberikan klarifikasi dari pihak RS. 

Indra membantah bahwasanya keterangan yang diberikan oleh Asep, anak pertama korban (almh) Hj Atih terkait oksigen, penanganan medis dan obat yang disuntikan hingga pasien meninggal dunia, tidaklah benar. 

Walaupun ada beberapa kejanggalan yang kami asumsikan ketika sdr. Indra menjelaskan terkait oksigen, yang mana awalnya tidak mengakui adanya cadangan oksigen, ternyata setelahnya Indra menyatakan bahwa memang ada cadangan oksigen tabung kecil yang katanya hanya bertahan 20-30 menit, sehingga tidak diberikan kepada pasien, Padahal Ketika Itu Pasien Sedang Membutuhkan. 

Selanjutnya, ketika kami konfirmasi terkait penandatanganan surat penolakan, keterangan yang diberikan Indra adalah memang benar adanya penolakan dari keluarga terkait ruang ICU, hanya saja memang tidak ada konfirmasi sebelumnya dari pihak RS sebelum penandatanganan. 

Berikutnya yang menjadi Sorotan adalah, pada statement Indra yang menyangkal terkait prosedur penyuntikan dan obat yang disuntikan, 

1. Pihak RS menyangkal jika penyuntikan dilakukan pada saat pasien meronta-ronta, Padahal jelas keterangan keluarga korban yang menjadi saksi di Tempat bahwa (almh) Hj. Atih disuntik dalam keadaan yang memang sedang meronta-ronta. 

2. Ketika ditanya Diagnosa, Sdr Indra mengatakan jika pasien menderita jenis penyakit sesak nafas, namun, obat yang disuntikan, pihak RS melalui Indra mengatakan obat tersebut adalah obat Lambung yang memang biasa disuntikan sebagai terapi medis, Indra mengaku obat tersebut adalah antibiotik (ceftriaxone) dan obat Lambung. 

Anehnya, ketika sdr. Indra mengatakan terkait kandungan obat yang disuntikan ini, beliau sedang Membahas Penanganan Sesak Nafas yang mana akhirnya meninggal dunia. 

Namun yang disuntikan adalah obat untuk Lambung????? Sangat Kontradiksi, Perawat yang menyuntikan ketika itu mengatakan obat tersebut adalah obat Anti Inflamasi (keterangan menantu almh Hj. Atih -red), 

namun pihak RS melalui Indra menyatakan itu adalah Antibiotik dan Obat Lambung, namun pada kenyataannya Pasien Tersebut disuntik karena Sesak Nafas. Jadi Obat Apa Yang Sebenarnya Diberikan?????? 

Kami memang awam untuk dunia medis, tapi realita yang terjadi adalah, Pasien Meninggal Dunia Setelah Diberikan Suntikan Yang Entah Apa Namanya, yang diakui pihak RS adalah Obat Lambung. Secara kacamata awam, tentu kami mempertanyakan hal ini. 

"Dalam waktu dekat kami akan meminta keterangan dan statement dari dokter ahli terkait kejelasan obat tersebut" ujar Rendy, Pemred lensafakta.com.

Agung, (arusbawah.com) pun menyayangkan yang memberikan klarifikasi medis Bukan Dokter Yang Bersangkutan (dokter jaga) , dr. Derry yang pada malam kejadian sedang berjaga, sehingga tidak mengetahui pasti sebagaimana adanya. 

Soal umur memang tidak ada yang tau, namun Jika Benar penyebabnya adalah kelalaian dari tenaga medis atau kesalahan dalam diagnosa dan memberikan obat hingga mengakibatkan nyawa seseorang melayang, maka hal ini jelas sebuah pelanggaran hukum. 

Dari yang kami ketahui, kelalaian dari tenaga medis, perawat maupun dokter, pasien bisa meminta pertanggungjawaban. Perawat bisa diancam dengan pidana kelalaian yang mengakibatkan kematian sesuai pasal 359 KUHP, yang berbunyi:

“Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.”

Selain itu, Pasal 84 Undang-Undang Tenaga Kesehatan 36/2014 ayat (2) juga mengatur pidana terhadap setiap tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat sehingga penerima layanan menyebabkan kematian. Yang berbunyi:

“Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan kematian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun”

Oleh karenanya Asep mengatakan ia akan melanjutkan proses ini keranah hukum, "sejujurnya saya tidak terima, ajal siapa yang tau tapi saya ingin kejelasan terkait yang terjadi malam itu, dan pasti saya akan melakukan langkah hukum untuk Menggugat pihak rumah sakit" tutupnya. (TIM/JOKO)


Pj. Bupati Garut Luncurkan Program Pencegahan dan Penanggulangan Kerentanan Pangan

INFONAS.ID||GARUT - Penjabat (Pj) Bupati Garut, Barnas Adjidin, meresmikan program "Pegang Tangan" - akronim dari Pencegahan dan Penanggulangan Kerentanan Pangan di Kabupaten Garut. 

Acara tersebut dilaksanakan di Lapang Bola Sukahurip, Kecamatan Cigedug, Kamis (25/7/2024).

Dalam sambutannya, Barnas menekankan pentingnya ketahanan pangan sebagai aspek vital. 

Ia menyebutkan bahwa satu desa di Kecamatan Cigedug menjadi lokus intervensi kerentanan pangan karena adanya masalah air.

"Tadi dikatakan bahwa masalahnya adalah air, tentu kita harus mencari solusi. Saya menginstruksikan kepada seluruh jajaran untuk memetakan lokasi-lokasi prioritas, setelah tersedianya data kemudian perlu ada kajian cepat," ujar Barnas.

Ia menekankan pentingnya kajian oleh ahli di bidangnya agar kerentanan pangan di Kabupaten Garut dapat diatasi. 

Menurutnya, intervensi dan pembiayaan akan berbeda di setiap daerah, dan ia berharap kajian tersebut selesai tahun ini agar aksi dapat dilakukan pada 2025.

"Sehingga tidak ada kejadian-kejadian kerentanan pangan di tahun-tahun mendatang," ucapnya.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kabupaten Garut, Yani Yuliani, menuturkan bahwa Desa Cintanagara di Kecamatan Cigedug adalah salah satu dari lima desa yang menjadi lokasi intervensi kerentanan pangan. 

Ia menekankan bahwa intervensi ini dilakukan kepada desa-desa yang rentan pangan, bukan rawan pangan.

"Ini rentan bukan rawan, artinya masih memungkinkan mengakses pangan tetapi ada faktor lain yang menghambat, seperti ketersediaan air bersih dan penyedia pangan," jelas Yani.

Yani menerangkan, rentan pangan dimaksudkan akses pangan masih memungkinkan dan mencukupi 

"Tetapi ada indikator lain atau faktor-faktor lain yang memang menghambat untuk memperoleh akses tersebut, seperti ketersediaan air bersih, kemudian juga penyedia pangan yang ada di wilayah," tutur Yani.

Program "Pegang Tangan" membutuhkan sinergi, kolaborasi, dan integrasi lintas sektor dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). 

Menurut Yani, setelah kegiatan ini akan disusun rencana aksi yang melibatkan berbagai OPD, seperti PUPR dan Dinas Kesehatan bersama-sama melakukan upaya-upaya untuk pencegahan dan penanggulangan kerentanan pangan.

"Contohnya PUPR (dan) Dinas Kesehatan, PUPR ini nanti bertanggungjawab di dalam penyediaan air bersih bagi masyarakat, yang memang itu salah satu indikator menampilkan wilayah ini menjadi potret wilayah yang rentan pangan," ucapnya.

Selain itu, lanjut Yani, pihaknya akan segera menyusun rencana jangka pendek, menengah, dan panjang, meski demikian menurutnya upaya-upaya atau kegiatan yang sifatnya pelayanan kepada masyarakat harus terus berkesinambungan.

"Kita berharap bahwa di wilayah Kabupaten Garut ini tidak ada wilayah yang rentan pangan, sehingga semua masyarakat bisa mudah mengakses pangan dan terpenuhi sarana prasarana yang mendukung ketersediaan pangan," tandasnya.

Penulis : Muhamad Azi Zulhakim
Penyunting : Yanyan Agus Supianto
Pengirim : Cecep


Kamis, 25 Juli 2024

Barnas Adjidin: Guru Harus Mampu Deteksi Radikalisme Sejak Dini

INFONAS.ID||GARUT - Penjabat (Pj) Bupati Garut, Barnas Adjidin, secara resmi membuka Seminar Kebangsaan bertajuk "Meningkatkan Kesadaran dan Kapasitas Guru dalam Mendeteksi Dini Radikalisme". 

Acara yang diselenggarakan di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut pada Kamis (25/7/2024) ini diinisiasi oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Terror bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Garut.

Seminar tersebut dihadiri oleh seluruh jajaran Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, termasuk guru dan kepala sekolah dari tingkat TK, SD, dan SMP. 

Pj Bupati Garut, Barnas Adjidin, menekankan pentingnya seminar ini dalam membantu guru mendeteksi dini potensi radikalisme di kalangan siswa.

Pj Bupati Garut, mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia sudah merdeka sejak cukup lama, dengan adanya keberagaman suku, ras, dan agama hal ini menjadi potensi kerawanan bagi tegaknya NKRI. 

Maka dari itu, Barnas memaparkan bahwa seminar kebangsaan ini sangatlah tepat dilakukan bagi para guru mengingat guru nantinya akan mengajar para anak-anak generasi bangsa.

"Dengan adanya arahan ini sehingga bisa melihat secara dini terhadap gerakan-gerakan yang nanti membahayakan khususnya dari anak didik yang masih tidak paham apa-apa," ucapnya.

Barnas juga menyampaikan apresiasinya kepada Densus 88 Anti Terror dan Dinas Pendidikan Kabupaten Garut atas penyelenggaraan seminar ini. 

Ia berharap informasi dari seminar dapat disebarkan kepada guru-guru lain yang tidak dapat hadir

"Dan tentu ini apresiasi yang luar biasa bisa dilaksanakan di Kabupaten Garut. Dan tentu kami menitipkan juga kepada Pak Kadis Pendidikan hal ini bisa juga disampaikan kepada guru-guru yang lain, yang tidak ikut. Jadi nanti ada notulen kesimpulannya untuk dishare," lanjutnya.

Ia berharap langkah-langkah yang diambil dapat membantu mendeteksi dan mengatasi masalah radikalisme di Kabupaten Garut secara dini.

"Mudah-mudahan dengan langkah-langkah yang kita lakukan, kita bisa mengatasi permasalahan radikalisme yang mengerikan ini," kata Barnas.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Ade Manadin, menjelaskan bahwa kerjasama dengan Densus 88 bertujuan untuk menguatkan para pendidik dengan cara terstruktur, tersistematis, dan secara rapi untuk mengawal bangsa Indonesia agar jauh dari sifat-sifat radikalisme.

"Sebab itu kalau tidak dikawal oleh guru mau oleh siapa lagi bahwa guru itu apapun yang kita lakukan, apapun yang kita laksanakan, endingnya (dampaknya) adalah (kepada) peserta didik bapak ibu," ucap Ade.

Ade juga menekankan pentingnya sifat pintar, cerdas, dan bijak yang harus dimiliki oleh setiap guru. 

Ia menuturkan bahwa guru harus bisa menempatkan kepintaran dan kecerdasan sesuai dengan kondisi yang ada.

"Bangsa ini akan berdiri kokoh apabila guru, pengawas, dan seluruh elemen pendidikan berdiri kokoh mengawal NKRI," tandas Ade.

Penulis : Nindi Nurdiyanti
Penyunting : Yanyan Agus Supianto
Pengirim : Cecep


Parkir Liar Jadi Sorotan Pj. Bupati Garut dalam Operasi Patuh Lodaya 2024



INFONAS.ID||GARUT - Penjabat (Pj) Bupati Garut, Barnas Adjidin, meninjau langsung pelaksanaan Operasi Patuh Lodaya di Jalan Rumah Sakit Umum (RSU), Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Rabu (24/7/2024).

Dalam pemantauannya, Barnas menyoroti ruang parkir dmdi wilayahnya. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati, beberapa ruang parkir telah ditentukan agar parkir kendaraan tidak mengganggu lalu lintas. 

Ia mengimbau masyarakat untuk mematuhi rambu lalu lintas yang melarang parkir di tempat tertentu dan meminta Polres untuk menindak parkir liar.

"Tentunya ini harus ada juga sosialisasi di masyarakat baik itu himbauan-himbauan, agar berparkir di tempat yang sudah disiapkan," ucapnya.

Barnas juga menyampaikan bahwa di area pelayanan publik tidak boleh ada pungutan parkir karena merupakan kewenangan Dinas Perhubungan Kabupaten Garut. 

Ia menambahkan bahwa pendapatan dari parkir ditargetkan sebesar 2 miliar rupiah untuk mendukung pembangunan di Kabupaten Garut.

"Kalaupun itu kewenangan Dishub, nanti itu harus hasilnya harus menjadi PAD (Pendapatan Asli Daerah), tidak boleh untuk perorangan atau suatu lembaga rumah sakit, gak boleh itu. Jadi harus ke pemerintah," tegasnya.

Barnas menyatakan bahwa operasi ini merupakan kegiatan yang luar biasa. Operasi ini dilakukan oleh Kepolisian Resor (Polres) Garut dengan bantuan dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Garut. Fokus utama operasi ini adalah penertiban lalu lintas, termasuk menindak kendaraan-kendaraan yang tidak laik jalan.

Barnas menjelaskan bahwa kondisi kendaraan yang tidak laik dapat dilihat dari fisik kendaraan, seperti ban yang sudah gundul, yang sangat membahayakan bagi penumpang.

"Kita lihat KIR-nya yang ditangkap-tangkap ini sudah habis. Padahal KIR itu gratis, kebayang kalau bayar, gratis aja tidak dilakukan, nah tentu ini sangat membahayakan bagi penumpang, bagi dirinya sendiri maupun masyarakat, itu kurang lebih," ucapnya.

Pj Bupati Garut juga mengapresiasi Polres Garut yang terus menerus melaksanakan operasi patuh di Kabupaten Garut. 

Ia berharap operasi seperti ini dapat terus dilaksanakan karena masih banyak kendaraan, terutama motor, yang memiliki knalpot bising atau tidak sesuai spesifikasi.

Barnas juga menyoroti banyaknya motor yang tidak memiliki surat kelengkapan. 

Ia mengingatkan bahwa kendaraan yang turun ke jalan harus laik dan bersurat untuk menghindari tindakan kejahatan.

"Ada banyak faktor ya, yang pertama apakah ini suatu kejahatan, ataukah memang dia itu tidak membayar pajak dan lain sebagainya, karena kalau masih turun ke jalan seharusnya bersurat, kalau turun ke jalan harus laik," lanjutnya.

Barnas mengingatkan agar kendaraan yang akan digunakan oleh masyarakat harus tertib, ternasuk kelengkapan kendaraan seperti spion dan plat nomor.

Barnas berharap melalui penegakan ini, keselamatan dan ketertiban lalu lintas di Kabupaten Garut dapat terwujud dengan lebih baik.

Selama operasi gabungan, sejumlah pelanggaran terdeteksi, termasuk mobil pick up sebanyak 10 kendaraan dan mobil angkot sebanyak 5 kendaraan yang habis masa uji berkala. 

Selain itu, terdapat 6 angkot dan 4 elf yang habis masa Kartu Pengawasan (Trayek), serta 1 kendaraan elf dengan pelanggaran syarat teknis. 

Operasi ini juga menilang 12 sepeda motor yang menggunakan knalpot tidak sesuai spesifikasi dan 2 angkutan kota yang tidak memiliki surat kelengkapan kendaraan.

Penulis : Nindi Nurdiyanti 
Penyunting : Yanyan Agus Supianto 
Pengirim : Cecep

Rabu, 24 Juli 2024

Program Pesiar Diterapkan di Garut, Targetkan 98% Kepesertaan JKN

INFONAS.ID||GARUT - BPJS Kesehatan Kantor Cabang (KC) Tasikmalaya, bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, mulai mengimplementasikan Program Pesiar (Petakan, Sisir, Advokasi, dan Registrasi) untuk memperluas kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hingga ke tingkat desa.

Program ini bertujuan mencapai Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan semesta di Kabupaten Garut dengan kepesertaan minimal 98% dari jumlah penduduk. 

Saat ini, UHC di Kabupaten Garut baru mencapai 90,47%, dengan 2.491.458 jiwa terdaftar dalam program JKN dari total penduduk 2.753.949 jiwa.

Kepala Kantor Cabang BPJS Kesehatan Tasikmalaya, Erry Endry, dalam sambutannya di acara Forum Koordinasi Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program Pesiar di Kantor DPMD Kabupaten Garut, Rabu (24/7/2024), menyampaikan bahwa data ini bersumber dari data kependudukan semester II tahun 2023. 

"Ada sekitar 2,4 juta penduduk Kabupaten Garut yang sudah terlindungi jaminan kesehatan, namun masih ada 262.491 jiwa yang belum terdaftar sebagai peserta JKN," ujarnya.

Erry menilai bahwa keterlibatan pemerintah daerah dapat mempercepat cakupan kepesertaan JKN. 

Dia berharap Program Pesiar ini bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk yang tinggal di pelosok. 

Program ini melibatkan tokoh masyarakat dan agen Pesiar yang ditunjuk langsung oleh pemerintah desa untuk melakukan pemetaan data penduduk, penyisiran wilayah, advokasi, hingga sosialisasi yang melibatkan aparat desa. Hasil dari kegiatan Pesiar ini akan dijadikan dasar untuk pendaftaran peserta JKN.

"Kami mengapresiasi dukungan pemerintah daerah Kabupaten Garut dalam memastikan Pesiar terlaksana di seluruh desa, demi mewujudkan program JKN yang berkualitas dan berkesinambungan," ucapnya.

Tujuan dari forum koordinasi hari ini adalah untuk mencapai pemahaman yang sama dalam mendukung program JKN melalui implementasi Pesiar, serta memperkuat komunikasi dan koordinasi antara pemangku kepentingan dengan BPJS Kesehatan. 

Selain itu, forum ini bertujuan untuk mewujudkan partisipasi pemerintah daerah dan desa dalam sosialisasi keberhasilan implementasi program JKN, mempermudah koordinasi antar instansi dalam menyelesaikan kendala operasional di lapangan, serta memudahkan akses layanan kesehatan bagi penduduk.

Penjabat (Pj) Bupati Garut, Barnas Adjidin, menyampaikan terima kasih kepada BPJS Kesehatan atas penyelenggaraan Program Pesiar. 

Ia menekankan pentingnya program JKN melalui BPJS Kesehatan agar seluruh masyarakat bisa terjamin kesehatannya. 

Barnas juga berharap program ini mampu meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat.

"Kami mengajak seluruh masyarakat untuk mengikuti kewajibannya dan segera mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan agar terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan dalam kehidupan," tandasnya.

Dalam Program Pesiar, ada enam desa di Kabupaten Garut yang menjadi pilot project, yaitu Desa Banyuresmi Kecamatan Banyuresmi, Desa Bungbulang Kecamatan Bungbulang, Desa Ngamplang Kecamatan Cilawu, Desa Cisitu Kecamatan Malangbong, Desa Mekargalih Kecamatan Tarogong Kidul, dan Desa Sindangratu Kecamatan Wanaraja. 

Setiap desa akan memiliki tiga agen Pesiar yang akan menjalankan tugasnya di desa masing-masing.

Penulis : Muhamad Azi Zulhakim
Penyunting : Yanyan Agus Supianto
Pengirim : Cecep


INTERNASIONAL

RELIGI

SPORT

TNI POLRI




WISATA

© Copyright 2021 INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita | All Right Reserved