Gambar : Ilustrasi
Majalengka - Pegiat media sosial dan pemerhati kebijakan publik, Aris Setiawan Abich, mengingatkan Bupati Majalengka, Eman Suherman, agar lebih berhati-hati dalam menempatkan orang-orang pada posisi strategis. Ia berharap setiap penempatan pejabat dilakukan dengan mempertimbangkan kompetensi, integritas, dan prinsip meritokrasi — bukan semata karena kedekatan personal atau loyalitas politik.
Menurut Aris , posisi-posisi strategis harus diisi oleh sosok yang benar-benar mampu mendukung visi dan misi Bupati eman suherman sebagaimana dijanjikan saat kampanye, demi mewujudkan Majalengka Langkung Sae.
Aris menyoroti bahwa dalam sejarah pemerintahan di berbagai daerah, budaya “bagi-bagi jabatan” kepada tim sukses merupakan fenomena klasik dalam politik elektoral. Kepala daerah yang baru terpilih kerap merasa memiliki "utang politik" kepada para pendukungnya, sehingga memilih menempatkan mereka di jabatan strategis — baik di luar struktur ASN, seperti di BUMD, staf ahli, atau komisaris, maupun di jabatan ASN seperti kepala dinas atau camat. Bahkan, tidak jarang ada penugasan terkait proyek dan pengelolaan anggaran yang lebih condong kepada kepentingan kelompok tertentu ketimbang kebutuhan publik.
"Penempatan orang karena loyalitas politik, bukan atas dasar kompetensi dan integritas, adalah awal dari pembusukan tata kelola pemerintahan," ujar Aris. Ia menegaskan bahwa jabatan publik seharusnya menjadi alat pelayanan masyarakat, bukan sebagai bentuk balas budi.
Dalam jangka panjang, lanjutnya, praktik semacam ini membuka pintu lebar bagi terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Lebih memprihatinkan lagi, tim sukses yang diberi jabatan kerap berupaya "mengembalikan modal politik" dengan menguasai proyek, melakukan mark-up anggaran, atau bahkan terlibat dalam jual beli jabatan.
"Ketika kekuasaan dibangun atas dasar loyalitas buta dan transaksi politik, bukan integritas dan kapabilitas, maka pemerintahan berpotensi berubah menjadi rezim korup yang akan menggerogoti anggaran dan merusak kepercayaan publik," jelasnya.
Saat ditanya apakah kepemimpinan Bupati Eman Suherman saat ini sudah mengarah ke pola tersebut, Aris mengaku melihat indikasi yang mengkhawatirkan. Ia menyebut sudah banyak posisi strategis non-ASN yang diisi oleh tim sukses yang membantunya saat Pilkada lalu.
Lebih jauh, Aris mengungkapkan keyakinannya bahwa potensi terbentuknya pemerintahan korup di Majalengka cukup besar. “Tinggal menunggu bom waktu saja,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa dalam waktu dekat akan ada rotasi jabatan di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Rotasi ini, kata dia, akan menjadi ujian apakah promosi jabatan seperti kepala dinas atau camat dilakukan berdasarkan kompetensi atau justru karena kedekatan personal dan emosional saat Pilkada.
"Jika promosi jabatan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kedekatan saja, maka publik Majalengka akan bisa menilai sendiri ke mana arah kepemimpinan Bupati Eman lima tahun ke depan," katanya.
Di akhir perbincangan, Aris mengajak publik dan lembaga pengawas untuk terus mengawasi dan mengkritisi pola-pola tersebut. Ia menekankan pentingnya mendorong mekanisme seleksi jabatan yang transparan dan berbasis meritokrasi, bukan politik balas jasa.
"Kalau ini dibiarkan, dampaknya akan sangat besar terhadap nasib Majalengka ke depan," pungkas Aris sembari menyeruput secangkir kopi.
Sampai narasi diterbitkan awak media belum berhasil mengkonfirmasi pihak Pemkab Majalengka. (***)
FOLLOW THE INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram