-->

Rabu, 02 Juli 2025

Open Bidding JPT harus diumumkan, jika tidak berpotensi hukum

Open Bidding JPT harus diumumkan, jika tidak berpotensi hukum



Foto : Ilustrasi 

Open bidding JPT adalah proses seleksi jabatan tinggi dalam pemerintahan yang dilakukan secara terbuka, objektif, dan berdasarkan sistem merit. Guna memastikan terpilihnya pejabat yang kompeten, berintegritas, dan layak secara profesional.

Jika Pemerintah Daerah membuka lowongan pengisian Kepala OPD-OPD, maka posisi tersebut harus diumumkan secara terbuka dan transparan. Lalu dilakukan seleksi terbuka (open bidding), yang memungkinkan ASN dari berbagai daerah bisa mendaftar dan bersaing secara profesional.

Ketentuan bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) secara terbuka harus diumumkan kepada publik, secara eksplisit diatur dalam beberapa regulasi.

Pasal-pasal yang secara tegas mengatur kewajiban pengumuman seleksi JPT secara terbuka, antara lain :

Pertama, Peraturan Menteri PANRB No. 15 Tahun 2019. 

Pasal 6 ayat (2) :
"Panitia seleksi mengumumkan lowongan JPT secara terbuka melalui media massa cetak dan/atau media elektronik, dan/atau media lainnya yang memungkinkan masyarakat luas mengetahui adanya lowongan jabatan tersebut."

Pasal 14 ayat (1) :
"Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) paling singkat selama 15 (lima belas) hari kalender."

Kedua, Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS (jo. PP No. 17 Tahun 2020).

Pasal 107 ayat (2) :
"Pengisian JPT dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS, dan dalam hal tertentu dapat melibatkan non-PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Pasal 107 ayat (4) :
"Pelaksanaan pengisian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengumumkan lowongan jabatan kepada publik secara terbuka."

Ketiga, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Pasal 108 ayat (1) :
"Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan, pelatihan, rekam jejak jabatan, integritas, dan penilaian kinerja."

Walau ketiga ketentuan tersebut tidak menyebut "pengumuman" secara eksplisit, asas terbuka dan kompetitif di sini dimaknai sebagai kewajiban mengumumkan seleksi kepada publik.

Bagaimana faktanya di Purwakarta, terkait rencana pengisian kekosongan JPT Pratama ?

Berkaitan dengan hal tersebut, belakangan ini muncul informasi akan melaksanakan proses mutasi, rotasi dan promosi jabatan. Namun publik menangkap, khusnya untuk pengisian JPT Pratama setingkat eselon III belum ada pengumuman secara publik.

Padahal sesuai ketentuan yang menjadi dasar hukum kuat, bahwa proses open bidding wajib diumumkan secara terbuka kepada publik. Jika tidak dilakukan, maka proses tersebut melanggar prosedur hukum administratif.

Kesan ketertutupan yang diduga dilakukan Pemerintah Daerah Purwakarta mencuat, seiring ramainya opini liar bawa ASN-ASN tertentu yang memiliki kedekatan dan atau akses politik kuat kepada penguasa. Akan mendapat jabatan di posisi eselon II, dan juga pergeseran jabatan terhadap Pejabat-Pejabat yang dianggap tidak loyal dan tidak termasuk dalam "circle of power."

Terlepas benar tidaknya dugaan itu, yang jelas persoalan open bidding JPT apabila prosesnya open tidak diumumkan ke publik. Maka hal itu dapat menjadi indikasi adanya pelanggaran prosedur, dan apapun sebutannya denga kemungkinan berkaitan dengan KKN atau plutokrasi. Tindakan ini dapat dilaporkan ke instansi pengawas seperti Inspektorat, BKN, Ombudsman RI dan KPK.

Apa sanksinya jika open bidding tidak diumumkan ?

Merujuk pada ketentuan, apabila open bidding JPT (Jabatan Pimpinan Tinggi) tidak diumumkan secara publik sebagaimana mestinya. Maka dapat terjadi pelanggaran hukum administratif, dan dalam kasus tertentu, berpotensi menimbulkan implikasi hukum pidana, jika ada indikasi penyalahgunaan wewenang.

Mengacu pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, PP No. 11 Tahun 2017 jo. PP No. 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS, dan Permen PANRB No. 15 Tahun 2019.

Proses open bidding dilakukan tidak sesuai prosedur, termasuk tidak diumumkan secara terbuka, maka penetapan hasil seleksi dapat dibatalkan. Dan pejabat yang terlibat dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis, pembatalan hasil seleksi, hingga pemberhentian dari jabatan.

Kemudian, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau Panitia Seleksi (Pansel) yang sengaja tidak mengumumkan open bidding. Bisa dianggap melanggar kode etik ASN (melanggar asas merit system dan transparansi), serta dapat dikenai sanksi disiplin sesuai PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

Potensi Sanksi Pidana, jika ada unsur korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Manakala proses ini digunakan untuk menguntungkan pihak tertentu, atau ada permainan jabatan, maka bisa masuk ke dalam tindak pidana korupsi dengan melanggar UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Serta Pasal 3 UU Tipikor terkait penyalahgunaan wewenang, dengan ancaman hukuman pidana penjara dan denda.

Kesimpulannya, tidak diumumkannya open bidding JPT ke publik. Adalah pelanggaran prosedur yang dapat dikenai sanksi administratif, etik, hingga pidana, tergantung pada dampak dan niat pelanggarannya. 

Apapun alasannya, proses open bidding seharusnya terbuka, transparan, dan akuntabel sebagai bagian dari merit system dalam manajemen ASN. (***)

Penulis : M Yasin
Penerbit : Infonas.co.id

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita | All Right Reserved