-->

Rabu, 09 Juli 2025

Skandal Rp 38 M Dana Kas Purwakarta: BPK Bongkar Penyimpangan, Aktivis Desak Audit

Skandal Rp 38 M Dana Kas Purwakarta: BPK Bongkar Penyimpangan, Aktivis Desak Audit



Foto: Ilustrasi 

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta kembali menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan penyimpangan keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024. Salah satu temuan paling mencolok adalah penggunaan dana kas khusus sebesar Rp38,3 miliar secara tidak semestinya.

*Dana Khusus Dipakai untuk Belanja Pegawai*

Dana yang seharusnya digunakan untuk program-program tertentu tersebut berasal dari Dana Alokasi Umum Spesifik Grant (DAU-SG), Dana Bagi Hasil Sawit (DBH Sawit), dan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik. Ketiganya merupakan dana yang penggunaannya bersifat terbatas dan dikunci oleh ketentuan regulasi. Namun dalam praktiknya, dana ini digunakan untuk belanja rutin dan gaji pegawai.

Aktivis kebijakan publik Analitika, Dede Mulyadi, menilai temuan ini bukan sekadar bentuk kelalaian teknis. Dalam wawancara bersama Madilognews, Selasa (9/7), Dede menyebut penggunaan dana secara serampangan ini sebagai gejala serius dari pembajakan anggaran publik. Ia menekankan bahwa pengabaian terhadap aturan yang mengikat penggunaan dana publik menandakan adanya kerusakan sistemik dalam tata kelola keuangan daerah.

*Target PAD Tak Masuk Akal, APBD Gemuk Palsu*

Temuan lain yang tak kalah mencolok adalah penyusunan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak rasional. BPK mencatat lonjakan target Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 373 persen dibandingkan capaian tahun 2023. Namun, hingga akhir tahun anggaran, realisasi PAD hanya mencapai 41,95 persen.

Kondisi ini bukan hal baru. Pola target tinggi tapi tidak tercapai juga ditemukan pada pajak daerah, retribusi pasar, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), hingga jasa giro. APBD seolah tampak besar di atas kertas, padahal dalam praktiknya tidak ditopang oleh realisasi pendapatan yang memadai. Menurut Dede, model penganggaran seperti ini hanya menghasilkan ilusi fiskal dan memperburuk akuntabilitas publik.

*Rp6,17 M Salah Anggaran di 12 SKPD*

BPK juga menemukan adanya kesalahan penganggaran senilai Rp6,17 miliar yang tersebar di 12 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Jenis kesalahan yang terjadi antara lain adalah pencatatan belanja barang sebagai aset tetap, penggunaan belanja modal untuk kegiatan yang tidak menghasilkan aset, hingga pembangunan fasilitas untuk instansi vertikal yang tidak dicatat sebagai hibah.

Kesalahan tersebut menunjukkan lemahnya pemahaman terhadap klasifikasi belanja serta buruknya pengawasan internal. Dede menilai bahwa jika dasar-dasar penganggaran saja masih banyak dilanggar, maka wajar jika tata kelola keuangan daerah tak kunjung membaik.

*Pengawasan Pajak Gagal: Tapping Box Mati, Potensi Hilang*

Sistem pengawasan pajak daerah yang seharusnya didukung teknologi juga menunjukkan kegagalan. Dari 1.644 Wajib Pajak (WP) yang seharusnya menggunakan tapping box sebagai alat pencatat transaksi, hanya 70 WP yang benar-benar mengaktifkannya. Bahkan tujuh WP sama sekali tidak menggunakan alat tersebut.

Dari uji petik yang dilakukan, BPK mencatat selisih penerimaan pajak sebesar Rp197,8 juta. Ironisnya, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) tidak melakukan tindakan apapun terhadap pelanggaran ini. Ketiadaan sanksi menunjukkan bahwa sistem kontrol perpajakan daerah tidak berjalan sebagaimana mestinya, membuka ruang lebar bagi potensi kebocoran penerimaan.

*Aktivis Desak Audit Investigatif dan Sidang Terbuka*

Menanggapi berbagai temuan ini, Dede Mulyadi menyebut bahwa sistem anggaran di Purwakarta sedang berada dalam kondisi darurat. Ia mendesak agar dilakukan audit investigatif secara menyeluruh oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu, ia menyerukan agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Purwakarta menggelar sidang terbuka dengan menghadirkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan para kepala SKPD. Evaluasi sistem penganggaran dan pengawasan juga harus dilakukan dari hulu ke hilir. Menurut Dede, jika DPRD tetap diam dan Bupati tidak melakukan perubahan, maka patut dicurigai bahwa semua pihak telah nyaman hidup dalam sistem yang cacat.

*Pemkab Janji Tindak Lanjut, Tapi BPK Ragu*

BPK dalam rekomendasinya meminta Pemkab Purwakarta segera menata ulang strategi pengelolaan kas, menyusun target PAD secara realistis, memperbaiki klasifikasi belanja sesuai ketentuan, dan memperketat penggunaan dana khusus. Pemerintah daerah menyatakan akan menindaklanjuti seluruh rekomendasi dalam 60 hari.

Namun BPK mencatat bahwa rekomendasi serupa pernah dikeluarkan tahun lalu dan belum dilaksanakan sepenuhnya hingga kini. Hal ini menimbulkan keraguan akan komitmen Pemkab dalam memperbaiki tata kelola keuangan secara serius dan berkelanjutan.

Skandal anggaran ini menjadi ujian moral dan politik bagi seluruh elemen pemerintahan daerah. Di tengah menurunnya kepercayaan publik, tekanan terhadap DPRD dan Bupati Purwakarta untuk bertindak cepat dan transparan semakin kuat. Jika tidak, bukan tidak mungkin persoalan ini akan bergulir ke ranah hukum dan memperdalam krisis kepercayaan terhadap penyelenggara negara di daerah.

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita | All Right Reserved