-->

Selasa, 22 Juli 2025

OPINI : Refleksi Tata Kelola Proyek Daerah, Ketika Kuasa Tidak Selalu Berasal dari Jabatan?

OPINI : Refleksi Tata Kelola Proyek Daerah, Ketika Kuasa Tidak Selalu Berasal dari Jabatan?


Foto : Ilustrasi

Majalengka — Yayasan Suara Masyarakat Majalengka menyampaikan keprihatinan mendalam atas pola-pola pengelolaan proyek daerah yang cenderung dikendalikan oleh figur figur non struktural, alias di luar sistem birokrasi resmi. Temuan ini semakin relevan setelah mencuatnya kasus di Indramayu yang ramai diberitakan media, terkait dugaan "pengondisian proyek" oleh oknum tertentu yang disebut-sebut memiliki hubungan dekat dengan kekuasaan daerah.

Kasus di Indramayu di mana muncul peran kuat dari individu sipil yang disebut sebagai koordinator proyek dengan relasi istimewa terhadap kepala daerah menjadi cermin yang patut diwaspadai. Sosok tersebut tidak memiliki jabatan formal dalam struktur pemerintahan, namun dipercaya publik sebagai figur sentral dalam menentukan arah distribusi proyek APBD.

Menariknya, kajian Yayasan Suara Masyarakat Majalengka menemukan bahwa gejala serupa mulai teridentifikasi di Kabupaten Majalengka. Dalam sejumlah pengakuan pelaku usaha lokal, muncul peran seorang atau beberapa individu yang oleh masyarakat setempat dijuluki “BANDAR PROYEK” yakni sosok sipil yang dipercaya memiliki akses langsung, bahkan “mandat informal”, untuk menentukan siapa yang boleh masuk dalam lingkaran proyek dan siapa yang tidak.

“Kami mencermati pola ini bukan sekadar sebagai persoalan etika, tapi sebagai tantangan nyata terhadap integritas sistem pemerintahan daerah. Ketika aktor non pemerintah bisa mengatur lalu lintas proyek, maka prinsip transparansi dan akuntabilitas menjadi hanya slogan,” ujar Asep Nurdiansyah atau Abah Bogel.

Masyarakat dan pelaku usaha pun dibuat bingung: ke mana harus mengetuk pintu, ketika prosedur resmi seperti lelang, musrenbang, atau proposal kegiatan, justru hanya menjadi formalitas belaka? Ketika proses informal lebih menentukan hasil daripada mekanisme legal yang diatur undang-undang, maka kepercayaan publik perlahan lahan akan terkikis.

Yayasan suara masyarakat Majalengka tidak sedang menuduh pihak tertentu. Justru sebaliknya, sebagai bagian dari masyarakat sipil yang berkomitmen menjaga integritas publik, mengingatkan agar Pemerintah Kabupaten Majalengka tidak jatuh ke lubang yang sama seperti yang kini tengah ramai diperbincangkan di Indramayu.

“Kita tidak menginginkan Majalengka jadi berita nasional karena praktik yang sama. Justru kita ingin Majalengka jadi contoh: bahwa tata kelola anggaran bisa bersih, partisipatif, dan bebas dari pengaruh-pengaruh di luar struktur formal pemerintahan,”

“Kita tentu memahami bahwa dalam politik lokal, ada hal-hal yang bersifat informal. Namun ketika yang informal mengatur yang formal, maka yang formal kehilangan bentuknya,”

“Jika APBD adalah darah pembangunan, maka jangan biarkan alirannya ditentukan oleh tangan tangan yang tak kasat mata,” tambah Asep

Yayasan suara masyarakat Majalengka menyerukan agar semua pihak menjaga marwah anggaran daerah. APBD adalah milik rakyat. Ia harus didistribusikan berdasarkan kebutuhan nyata warga, bukan berdasarkan jaringan informal yang hanya bisa diakses oleh yang berkedekatan secara sosial, politik, atau bahkan emosional.

Sebagai bentuk komitmen Yayasan Suara Masyarakat Majalengka sebenarnya pernah malukan audiensi dengan pihak Dinas maupun DPRD supaya mampu meningkatkan pengawasan, penganggaran dan prioritas kedepan yang lebih baik.

“Yang kita butuhkan bukan hanya pembangunan fisik, tapi pembangunan etika tata kelola. Karena kemajuan sejati tidak hanya dilihat dari banyaknya proyek, tapi dari bersihnya proses,” tutup Asep/Abah Bogel

Sumber : Asep Nurdiansyah/Abah Bogel

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita | All Right Reserved