Purwakarta - Seorang nasabah NSC Finance berencana untuk menempuh langkah hukum terkait masalah penarikan unit yang dilakukan oleh pihak perusahaan, dan dugaan penggelapan uang angsuran.
Langkah Nasabah dilakukan karena merasa dirugikan oleh proses penarikan unit yang dinilai tidak transparan dan tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati serta terjadinya tunggakan karena diduga ada angsuran yg digelapkan.
Mereka menilai bahwa tindakan NSC Finance tidak adil dan melanggar hak-hak konsumen. Nasabah berharap langkah hukum ini dapat memberikan kejelasan dan penyelesaian yang adil bagi semua pihak yang terlibat.
"Dengan menempuh langkah hukum, nasabah berharap dapat memperoleh hak-hak mereka yang dirasa telah dilanggar dan menuntut pertanggungjawaban dari NSC Finance atas kerugian yang dialami. Proses hukum ini juga diharapkan dapat memberikan efek jera bagi perusahaan untuk lebih transparan dan mematuhi perjanjian dengan nasabah di masa mendatang," ucap salah satu pendamping korban.
Ditempat terpisah, Cep Jenar seorang aktivis Barisan Rakyat Indonesia, mendukung langkah nasabah NSC Finance yang akan menempuh jalur hukum terkait masalah penarikan unit yang dinilai tidak transparan dan tidak sesuai dengan perjanjian. Dukungan ini kemungkinan besar didasarkan pada prinsip keadilan dan perlindungan hak-hak konsumen.
"Kami mendukung langkah Nasabah NSC Finance yang merasa dirugikan dengan proses penarikan unit yang tidak sesuai dengan perjanjian awal, dan adanya dugaan penggelapan uang angsuran oleh oknum pegawai NSC Finance sehingga mereka memutuskan untuk mengambil langkah hukum untuk menyelesaikan masalah ini.
"Mudah-mudahan Dengan dukungan dari kami, nasabah dapat memperoleh keadilan dan mendapatkan hak-hak mereka yang dirasa telah dilanggar," ucap Jenar.
Lanjut dikatakan, Penggelapan uang setoran nasabah termasuk tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang terkait.
"Pelaku penggelapan, termasuk mereka yang menggelapkan uang setoran nasabah, dapat dijerat dengan pasal-pasal penggelapan, seperti Pasal 372 KUHP (penggelapan biasa) dan pasal-pasal terkait dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru, serta berpotensi dikenakan sanksi pidana penjara dan denda," ungkapnya
Selain itu, Berdasarkan undang-undang dan putusan pengadilan, penarikan kendaraan bermotor di jalan oleh debt collector (penagih utang) secara paksa dilarang.
"Debt collector tidak memiliki wewenang untuk menarik kendaraan di jalanan jika terjadi gagal bayar. Prosedur yang benar adalah melalui pengadilan, dengan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri," terangnya
Penjelasan lebih lanjut, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 71/PUU-XIX/2021 menegaskan bahwa konsumen memiliki hak untuk tidak ditarik kendaraannya di jalan.
"Prosedur yang benar Jika terjadi gagal bayar, pihak kreditur (misalnya, perusahaan pembiayaan.red) harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi ke Pengadilan Negeri, jika tidak menempuh itu maka bisa dikenakan Tindakan pidana seperti termaktub dalam pasal 365 KUHP (perampasan) atau pasal 368 KUHP (pemerasan)"tandasnya
Jika terjadi penarikan paksa, konsumen dapat melaporkan kejadian tersebut ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Karena Konsumen memiliki hak untuk tidak mengalami kekerasan, ancaman, atau penghinaan terkait penarikan kendaraan.
"Perusahaan pembiayaan juga bisa terkena sanksi, Jika perusahaan pembiayaan melakukan penarikan paksa, mereka juga bisa dikenakan sanksi, termasuk pencabutan izin usaha." Pungkasnya.
Sampai narasi diterbitkan awak media belum berhasil mengkonfirmasi pihak leasing. (***)
FOLLOW THE INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram