Purwakarta – Koordinator korban kasus dugaan penipuan LPK Azumy, Jajang Sutisna, mempertanyakan belum dilakukannya penahanan terhadap tersangka IK, meskipun penyidik Satreskrim Polres Purwakarta disebut telah melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Purwakarta.
Hingga Selasa (16/12/2025), para korban mengaku belum memperoleh penjelasan resmi terkait alasan belum adanya penahanan, padahal status hukum terlapor telah dinaikkan menjadi tersangka sejak Oktober 2025.
“Kami mendapat informasi berkas sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa belum ada penahanan, padahal statusnya sudah tersangka,” ujar Jajang Sutisna.
Menurut Jajang, kondisi tersebut menimbulkan keresahan di kalangan korban, mengingat jumlah korban mencapai puluhan orang dengan nilai kerugian yang tidak sedikit.
“Korban ini banyak, uang yang disetor juga besar. Kami hanya ingin kepastian hukum. Jangan sampai publik menilai hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, penyidik Satreskrim Polres Purwakarta telah menaikkan status terlapor menjadi tersangka terhadap seseorang berinisial IK dalam kasus dugaan penipuan yang melibatkan LPK Azumy. Penetapan tersebut tercantum dalam Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka (SPDP) Nomor B/1090/X/Res.1.11/2025/Satreskrim, tertanggal 27 Oktober 2025, dan telah dilaporkan secara resmi ke Kejaksaan Negeri Purwakarta.
Menanggapi perkembangan tersebut, aktivis Lembaga Kajian Kebijakan Publik Analitika Purwakarta, Rizky Widya Tama, menilai pertanyaan korban mengenai penahanan merupakan hal yang wajar dalam negara hukum dan merupakan bagian dari kontrol publik terhadap aparat penegak hukum.
“Penahanan memang bukan kewajiban otomatis setelah penetapan tersangka. Namun, aparat penegak hukum tetap memiliki kewajiban menjelaskan secara terbuka alasan yuridis ketika penahanan belum dilakukan,” ujar Rizky.
Rizky menjelaskan bahwa Pasal 21 ayat (1) KUHAP mengatur penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka apabila terdapat bukti yang cukup dan terdapat kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Sementara itu, Pasal 21 ayat (4) KUHAP mengatur syarat objektif penahanan, yakni apabila tindak pidana yang disangkakan diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, atau termasuk dalam kategori tindak pidana tertentu sebagaimana ditentukan undang-undang.
“Perlu dipahami, Pasal 378 KUHP (penipuan) dan Pasal 372 KUHP (penggelapan) pada dasarnya memiliki ancaman pidana maksimal empat tahun penjara. Artinya, secara normatif, ancaman pidananya belum otomatis memenuhi syarat objektif penahanan,” jelas Rizky.
Namun demikian, Rizky menegaskan bahwa penahanan tetap dimungkinkan secara hukum apabila syarat subjektif terpenuhi, terlepas dari ancaman pidana pokok.
“Sebagai pengamat kebijakan publik, saya mendesak penyidik maupun jaksa untuk mempertimbangkan penahanan terhadap tersangka. Meskipun ancaman pidana pokok maksimal empat tahun penjara, penahanan dapat dilakukan apabila terdapat kekhawatiran tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP,” tegasnya.
Menurut Rizky, dalam kasus LPK Azumy terdapat indikasi kuat bahwa tersangka berpotensi mengulangi perbuatan dengan pola tipu muslihat yang sama.
Ia mengungkapkan bahwa dalam tahap penyelidikan dan penyidikan, sebelum tersangka IK ditetapkan sebagai tersangka, yang bersangkutan diduga kembali menjanjikan penggantian kerugian kepada para korban, namun janji tersebut tidak pernah terealisasi.
“Janji-janji penggantian kerugian itu justru memperpanjang penderitaan korban dan dapat dibaca sebagai bentuk pengulangan perbuatan dengan modus tipu muslihat. Ini menjadi alasan subjektif yang sah bagi penyidik atau jaksa untuk melakukan penahanan,” jelas Rizky.
Rizky menegaskan bahwa penahanan dalam konteks ini bukan bentuk penghukuman dini, melainkan instrumen hukum untuk mencegah kerugian lanjutan dan menjaga agar proses peradilan berjalan efektif serta adil bagi para korban.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polres Purwakarta maupun Kejaksaan Negeri Purwakarta belum memberikan keterangan resmi terkait alasan belum dilakukannya penahanan terhadap tersangka IK.
FOLLOW THE INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram