-->

Senin, 30 Juni 2025

Pertanyakan anggaran 20 milyar, Abah Bogel minta kinerja 100 hari Bupati Majalengka di usut

Pertanyakan anggaran 20 milyar, Abah Bogel minta kinerja 100 hari Bupati Majalengka di usut




Foto: Asep Nurdiansyah/ Abah Bogel

OPINI||Majalengka - Pernyataan Sekretaris KNPI Majalengka yang dimuat di Radar Majalengka baru-baru ini layak diberi tepuk tangan, bukan karena prestasinya, tetapi karena keberaniannya menyingkap sesuatu yang justru membuat alis publik terangkat. 

Betapa tidak, di tengah puja-puji keberhasilan 100 Hari Kerja Pasangan HADE, tiba-tiba muncul pengakuan: dari total Rp 25 miliar anggaran, hanya Rp 5 miliar yang bersumber dari APBD, sedangkan Rp 20,2 miliar sisanya diklaim hasil kolaborasi dengan perusahaan dan pihak lain.

Pertanyaannya: Kolaborasi macam apa yang nilainya melebihi anggaran resmi negara?
Lebih gawat lagi, publik tidak disuguhi detail apa pun selain kata manis “kolaborasi”.

Pertama, kalau benar ada dana Rp 20,2 miliar di luar APBD, sumbernya harus dibuka terang-benderang. Hibah? Sumbangan sukarela? Sponsor? Atau, kata yang paling sering jadi selimut, CSR? Jika ini hibah, di mana buktinya? Kalau sumbangan, siapa penyumbangnya? Apakah benar tidak mengikat, atau jangan-jangan malah “ada udang di balik bupati”?

Kedua, kalau dana tersebut bersumber dari CSR, maka ini lebih sensitif lagi. Siapa yang sekarang berwenang mengelola dana CSR di Majalengka? Berapa target CSR tahun ini? Berapa yang sudah masuk? Untuk program apa saja dialokasikan? Dan yang terpenting: apakah masyarakat, terutama di sekitar pabrik, benar-benar dilibatkan atau sekadar jadi penonton? Karena yang namanya CSR sejatinya adalah hak masyarakat sekitar, bukan modal politik pejabat.

Ketiga, kalau perusahaan memang menyetor CSR dalam jumlah besar, apa dasar perhitungan kewajiban mereka? Jangan sampai perusahaan merasa dijadikan sapi perah tanpa kejelasan aturan main. Jika CSR disetorkan tanpa prosedur yang transparan, itu bukan tanggung jawab sosial, tapi pungutan liar berkedok kolaborasi.

Di sinilah letak bahayanya: kalau tidak ada transparansi, publik tidak bisa membedakan mana program yang benar-benar hasil CSR dan mana yang justru dobel anggaran—sudah dibiayai “kolaborasi”, muncul lagi di APBD. Artinya, potensi korupsi berjemaah pun terbuka lebar.

Sekarang publik hanya bisa bertanya:

Apakah Bupati tahu persis aliran dana jumbo ini?

Apakah mekanisme penyalurannya legal?

Apakah laporan penggunaan dananya terbuka untuk umum?

Kalau jawaban-jawaban ini menggantung, maka pujian 100 hari kerja bisa berubah menjadi jerat hukum di kemudian hari. Bukankah sejarah di negeri ini sudah berkali-kali mencatat: dana siluman seringkali lebih berbahaya dari siluman itu sendiri?

Maka, sebelum semua jadi skandal, sebaiknya pemerintah daerah segera membuka semua data. Publik punya hak tahu ke mana uang ini mengalir, bagaimana prosesnya, dan siapa yang mengawasi. Jangan sampai di kemudian hari Bupati harus menulis klarifikasi panjang di ruang sidang, bukan lagi di baliho prestasi. Dan semoga pernyataan sekretaris KNPI ini tidak menarik minat Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) atau KPK iseng menelisik.

Salam transparansi, demi Majalengka yang benar-benar HADE, bukan HADE HADE an.

Sampai narasi diterbitkan awak media belum bisa mengkonfirmasi yang bersangkutan. (***)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 INFONAS.ID | Bukan Sekedar Berita | All Right Reserved